Jumat, 16 November 2007

Hukum Makan Tape

Bismillahirrahmaanirrahiim

HUKUM MAKAN TAPE

Untuk menjawab apa hukum makan tape, mesti diselidiki terlebih dahulu unsur-unsur yang terkandung di dalam tape. Bila di dalam tape mengandung unsur khamer (etanol), maka mengkonsumsi tape, meskipun tidak mabuk, atau sudah dianggap sebagai makanan tradisional masyarakat, hukumnya adalah haram. Namun, yang perlu dijelaskan terlebih dahulu adalah “apa khamr itu”.

Untuk menetapkan apa substansi dari khamer itu, perlu dilakukan penyelidikan (tahqiq manath) sebagai berikut: Pertama, fakta khamer dimasa Rasulullah saw dan shahabat. Kedua, penelitian modern terhadap ‘apa substansi dari khamer itu’.

FAKTA KHAMER DI MASA RASULULLAH DAN SHAHABAT

Beberapa riwayat berikut ini bisa menunjukkan apa khamer itu, sekaligus cara pembuatannya, serta bahan-bahan yang bisa digunakan untuk membuat khamer di masa Rasulullah saw, hingga turun ayat yang melarang kaum muslimin meminum khamer.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab pernah berpidato sebagai berikut; “Amma ba’du. Wahai manusia! Sesungguhnya telah diturunkan hukum yang mengharamkan khamer. Ia terbuat dari salah satu dari lima unsur; anggur, korma, madu, jagung,m dan gandum. Khamer adalah sesuatu yang mengacaukan akal.”

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir, bahwa ada seorang laki-laki dari negeri Yaman bertanya kepada Rasulullah saw tentang sejenis minuman yang biasa diminum orang-orang di Yaman. Minuman tersebut terbuat dari jagung yang dinamakan ‘mazr’. Rasulullah saw bertanya kepada laki-laki tersebut,”Adakah ia memabukkan?” Orang itu menjawab,”Ya.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, artinya, “Setiap yang memabukkan adalah haram. Allah berjanji kepada orang-orang yang meminum minuman yang memabukkan, bahwa Dia akan memberi mereka minuman dari thinah al-khabal. Ia bertanya, “Apa itu thinah al-khabal, ya Rasulullah!” Rasulullah saw menjawab, “Keringat ahli-ahli neraka atau perasan tubuh ahli neraka.”

Dalam al-Sunan terdapat hadits yang diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya dari anggur itu bisa dibuat khamer, dan dari kurma itu bisa dibuat khamer, dari madu itu bisa dibuat khamer, dari gandum itu bisa dibikin khamer dan dari biji syair itupun bisa dibuat khamer.”

Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu musa al-Asy’ariy bahwa ia berkata, “Saya mengusulkan kepada Rasulullah saw agar beliau memberikan fatwanya tentang kedua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu al-bit’I dan al-murir. Yang pertama dibuat dari madu yang kemudian dimasak dengan dicampur unsur lain. Yang kedua terbuat dari gandum dan biji-bijian yang telah dicampuri dan dimasak. Wahyu yang turun kepada Rasulullah saw ketika itu belum lengkap dan sempurna. Kemudian Rasulullah saw bersabda, artinya, “Setiap yang memabukkan adalah haram.’

Diriwayatkan dari Ali, bahwa Rasulullah saw telah melarang mereka minum perahan biji gancum (bir) [Hr. Abu Daud dan Nasa’iy]

Para ‘ulama dahulu berbeda pendapat dalam menetapkan apa khamer itu. Ulama-ulama seperti Ibrahim al-Nakhai, Sofyan Tsauri, Ibnu Abi Laila, Syuraik, Ibnu Syibrina, semua ‘ulama Kufah, sebagian besar ulama Bashrah dan Abu Hanifah menyatakan bahwa khamer yang dibuat dari perahan anggur adalah haram hukumnya, baik sedikit maupun banyak. Adapun yang terbuat dari bahan selain anggur, maka yang diharamkan hanyalah yang banyak saja. Minum sedikit tidak mengapa selama tidak menyebabkan mabuk.[lihat Sayyid Sabbiw, Fiqh Sunnah, lihat pada bab Hudud]. Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayat al-Mujtahid, mengumpulkan perbedaan pendapat para ‘ulama tentang khamer sebagai berikut; Pertama, jumhur ‘ulama fiqh dan jumhur ‘ulama hadits menyatakan bahwa bir itu haram, baik sedikit maupun banyaknya, karena ia memabukkan. Kedua, jumhur ‘ulama Irak, Ibrahim al-Nakha’i dan kalangan tabi’in, Sofyan al-Tsauri, Ibnu Abu Lila, Syuraik, Ibnu Syibirimah, Abu Hanifah dan seluruh fuqaha Kufah dan kebanyakan ‘ulama Basrah berpendapat bahwa yang diharamkan dari semua minuman yang memabukkan itu adalah mabuknya sendiri, bukannya benda yang diminum itu.

Pandangan-pandangan para ulama tentang substansi khamer masih perlu dikritisi, mengingat penelitian yang jernih dan mendalam terhadap substansi khamer di masa mereka belumlah secanggih di masa modern. Selain itu, kajian konprehensif terhadap dalil-dalil yang berkaitan dengan khamer akan menunjukkan mana pendapat yang lebih tepat mengenai substansi khamer.

Beberapa riwayat menyatakan bahwa khamer yang dilarang oleh Rasulullah saw bisa terbuat dari anggur, korma, madu, jagung, syair, gandum dan lain-lain. Sebenarnya, benda-benda semacam ini bukanlah benda-benda haram. Allah swt berfirman, artinya, “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik.”[al-Nahl: ayat 67]. Kemubahan benda-benda semacam ini juga berdasarkan keumuman nash-nash al-Quran yang membolehkan manusia menikmati apa saja yang ada di muka bumi ini, kecuali benda-benda yang diharamkan untuk dikonsumsi. Sehingga lahir kaedah ushul fiqh, “Asal segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”

Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa menetapkan, bahwa secara substantif, korma, jagung, syair, gandum, dan lain-lain, bukanlah benda yang diharamkan Allah swt dan RasulNya. Ini juga berlaku bagi benda-benda lain. Benda apapun yang ada di muka bumi ini hukum asalnya mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.

Akan tetapi ketika benda-benda yang mubah ini (jagung, korma, jagung dll) diproses dengan proses tertentu, ia menghasilkan ‘benda lain yang memabukkan’ (khamer). Kemudian, Allah mengharamkan ‘benda lain yang memabukkan ini (khamer)’, namun tetap tidak mengharamkan bahan bakunya (jagung, korma, jagung dll). Oleh karena itu, penyelidikan terhadap apa khamer itu (substansinya), harus diarahkan kepada ‘benda lain yang muncul setelah ada proses tertentu ini’, bukan diarahkan kepada bahan bakunya. Sebab, bahan-bahan baku untuk membuat khamer, jelas-jelas berhukum mubah. Kita mesti menyelidiki ‘substansi benda lain (khamer)’ yang dihasilkan melalui proses-proses tertentu ini, bukan pada bahan bakunya, atau sekedar akibat yang diakibatkan ketika minum ‘benda lain ini” (mabuk).

Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada kita bisa memahami bahwa proses pembuatan khamer bisa dengan cara diperas, atau dicampur dengan unsur-unsur lain. Imam Abu Daud dan lain-lain meriwayatkann sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah saw bersabda, artinya, “Sesungguhnya orang yang memeras anggur pada hari-hari memetiknya kemudian menjualnya kepada orang yang akan menjadikan (perasan tersebut) sebagai khamer, sesungguhnya ia telah menceburkan dirinya ke dalam neraka.” Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu musa al-Asy’ariy bahwa ia berkata, “Saya mengusulkan kepada Rasulullah saw agar beliau memberikan fatwanya tentang kedua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu al-bit’I dan al-murir. Yang pertama dibuat dari madu yang kemudian dimasak dengan dicampur unsur lain. Yang kedua terbuat dari gandum dan biji-bijian yang telah dicampuri dan dimasak. Wahyu yang turun kepada Rasulullah saw ketika itu belum lengkap dan sempurna. Kemudian Rasulullah saw bersabda, artinya, “Setiap yang memabukkan adalah haram.’

Berdasarkan riwayat ini kita bisa menetapkan bahwa pada masa Rasulullah saw dan shahabat pembuatan khamer dilakukan dengan cara memeras bahan-bahan baku tertentu, seperti korma, jagung, gandum, dan lain-lain. Atau dengan cara mengolah dan mencampur bahan-bahan baku tertentu dengan unsur-unsur lain (fermentasi). Proses-proses semacam inilah yang mereka lakukan untuk mendapatkan khamer. Ini dari sisi bahan dan proses pembuatan khamer di masa Rasulullah saw.

APAKAH PENGHARAMAN KHAMER KARENA BENDANYA SENDIRI ATAU KARENA UNSUR MEMABUKKANNYA

Sisi lain yang perlu dibahas adalah perbedaan pendapat mengenai “apakah pengharaman khamer itu karena bendanya sendiri, atau karena memabukkannya?”

Pendapat yang menyatakan, khamer diharamkan karena unsur mabuknya, bukan karena substansi khamernya sendiri, didasarkan suatu anggapan, bahwa ‘illat (atau sebab) diharamkannya khamer adalah karena mabuknya. Dengan kata lain, khamer menurut mereka adalah jenis minuman yang membuat mabuk atau tertutupinya akal. Mereka berargumentasi dengan firman Allah swt, artinya, “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat”[al-Maidah:91]. Mereka juga mengetangahkan riwayat-riwayat shahih dari Imam Muslim dari Ibnu ‘Umar dari ‘Aisyah bahwa Nabi saw bersabda,”Setiap yang memabukkan adalah khamer dan setiap khamer adalah haram.” Al-Tirmidzi dan al-Nasaa’iy meriwayatkan sebuah hadits, artinya, “Minuman yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga diharamkan.” Berdasarkan riwayat-riwayat ini, mereka berpendapat, khamer diharamkan bukan karena dzatnya, akan tetapi karena unsur memabukkannya. Oleh karena itu, mereka mengkategorikan semua minuman yang memabukkan termasuk bagian dari khamer.

Pendapat ini sangat lemah. Pendapat yang lebih sharih adalah, khamer itu dilarang karena dzatnya sendiri. Artinya, khamer bukanlah benda yang bersifat maknawi, akan tetapi ia adalah sebutan tertentu atau nama bagi benda tertentu. Adapun bantahan atas pendapat di atas adalah sebagai berikut;

1. Tidak ada ‘illat pada makanan dan pakaian. Nash-nash yang berhubungan tentang larangan khamer sama sekali tidak mengandung ‘illat. Dampak-dampak buruk akibat minum khamer bukanlah ‘illat pengharaman khamer. Sebab, bila dampak-dampak buruk ini (semisal, munculnya sikap permusuhan, lalai sholat dll) bisa dihilangkan artinya hukum minum khamernya juga akan lenyap. Sebab, kaedah ‘illat berbunyi, “al-‘illat taduru ma’a ma’luul wujudan wa ‘adaman” [Illat itu beredar kepada apa yang di’illati ada atau tidak adanya]. Seseorang yang minum bir akan tetapi dia tidak mabuk, dan malah menimbulkan perasaan ukhuwah, melenyapkan kebencian dan permusuhan, atau menambah semangat dalam bekerja, tentu aktivitas minum bir tidak lagi haram. Sebab, minum bir tidak lagi menimbulkan dampak-dampak buruk bagi peminumnya. Jelas, hal ini tentu akan bertentangan dengan sabda Rasulullah saw, “Minuman yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya adalah haram.”[HR. Abu Daud, dan Turmudzi] Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang mengkonsumsi minuman yang memabukkan walaupun sedikit maka ia telah terjatuh pada tindak haram. Dan kita tahu, seorang yang minum sedikit, tentu tidak akan mabuk. Dan hadits itu menekankan bahwa walaupun seseorang minum sedikit (dan tidak mabuk), akan tetapi karena benda yang diminum itu adalah khamer, maka ia telah melakukan kemaksiyatan kepada Allah. Oleh karena itu, dampak-dampak buruk akibat minum khamer (memabukkan) bukanlah ‘illat diharamkannya khamer, akan tetapi ia hanya dampak saja, tidak lebih dari itu. Adapun mengapa khamer dilarang oleh Allah, maka selama tidak ada keterangan dalam al-Quran dan Sunnah yang menerangkan hal itu, kita harus menerima pengharamannya begitu saja tanpa perlu bertanya sebab pengharamannya.

2. Ada riwayat yang sangat jelas menyatakan bahwa pengharaman khamer bukan karena unsur mabuknya akan tetapi karena dzatnya sendiri. Abu ‘Aun al-Tsaqafiy meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah bin Syaddad dan Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw bersabda, “Khamer itu diharamkan karena bendanya itu sendiri, sedangkan (diharamkan) mabuknya itu adalah karena hal lain.” Nash ini tidak memerlukan takwil lagi bahwa khamer diharamkan karena dzatnya bukan karena sifat memabukkannya. Walhasil, khamer diharamkan karena benda khamer itu sendiri memang haram, bukan karena memabukkannya.

3. Riwayat lain yang menguatkan bahwa khamer adalah dzat tersendiri adalah, “ Jika khamer berubah menjadi cuka, maka ia boleh dikonsumsi (cukanya). Dalam kitab Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusy menyatakan, bahwa para ‘ulama sepakat bolehnya minum khamer yang berubah menjadi cuka. Ini didasarkan pada hadits yang dikeluarkan oleh Imam Abu Daud dari Anas bin Malik yang menceritakan bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Nabi saw tentang anaka-anak yatim yang mendapatkan warisan khamer. Rasulullah saw bersabda, artinya, “Tumpahkanlah khamer itu”. Abu Thalhah bertanya lebih lanjut, “Apakah tidak boleh aku olah menjadi cuka”. Nabi saw berkata lagi, “Jangan.” Hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Muslim dan al-Tirmidzi. Hadits ini hanya menunjukkan larangan untuk mengolah khamer menjadi cuka. Akan tetapi bila khamer sudah berubah menjadi cuka, dibolehkan untuk diminum. Khamer yang berubah menjadi cuka tentu bukan khamer yang bermakna “semua sifat yang memabukkan”. Sebab, candu, ganja, opium dan lain-lain tidak bisa berubah menjadi cuka. Ini menunjukkan bahwa khamer adalah benda tersendiri. Dalam penelitian modern menunjukkan bahwa etanol (substansi dari khamer) memang bisa berubah menjadi cuka (asam asetat).

Argumentasi ini sudah cukup untuk mengokohkan pendapat yang menyatakan bahwa khamer adalah zat yang memiliki susbtansi tersendiri. Khamer bukanlah sifat.

PENELITIAN KHAMER DI MASA MODERN

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai khamer, bahan serta cara pembuatannya di masa Rasulullah saw dan shahabat. Pada masa itu, khamer bisa dibuat dari berbagai macam bahan dengan cara diperas atau dicampur dengan bahan-bahan lain. Penelitian modern menunjukkan, khamer tidak lain adalah etanol. Zat inilah yang menimbulkan mabuk bagi orang yang meminumnya. Mengapa etanol bisa disimpulkan sebagai khamer? Ini didasarkan pada penelitian di laboratorium modern terhadap bahan baku dan proses pembuatan khamer di masa Rasulullah saw dan shahabat. Bahan baku yang diteliti adalah anggur, misalnya. Mengapa anggur, sebab ia merupakan salah satu bahan baku yang digunakan di masa Rasulullah saw untuk membuat khamer. Prosesnya dilakukan dengan cara fermentasi (pemerasan kemudian dicampur dengan bahan lain = fermentasi). Sebab, proses ini juga pernah dilakukan di masa Rasulullah saw dan shahabatnya. Kemudian bahan baku tersebut diproses dengan proses fermentasi. Setelah menghasilkan ‘khamer’, selanjutnya diteliti substansi khamer tersebut, apa kandungannya, serta unsur-unsur pembentuknya.

Penelitian modern menunjukkan bahwa proses fermentasi anggur akan menghasilkan etanol. Prosesnya adalah sebagai berikut;

1. Pada saat anggur diperas maka akan terkumpul sejumlah karbohidrat dan glukosa. Karbohidrat kemudian bereaksi dengan enzim sehingga menghasilkan glokusa.

2. Glukosa akan mengalami proses fermentasi (peragian), dan menghasilkan etanol. Reaksinya adalah sebagai berikut;



enzim


C6H12O6 CH3CH2OH

(glukosa) (etanol)

Sumber karbohidrat untuk proses peragian sehingga menghasilkan etanol bisa diperoleh dari jagung, ketela, kentang, beras, biji-bijian yang kaya karbohidrat, maupun buah-buahan (korma, anggur, berri hitam dll).

Peragian buah-buahan, sayuran atau biji-bijian berhenti bila kadar alkohol telah mencapai 14-16%. Jika diinginkan kadar yang lebih tinggi, campuran itu harus disuling.[Fessenden & Fessenden, Kimia Organik, ed. III, Hal.267]

Dari reaksi di atas kita bisa memahami, bahwa substansi benda yang disebut khamer adalah etanol, bukan yang lain. Adapun metanol, ia tidak termasuk dari khamer, sebab metanol sangat berbahaya untuk diminum, Oleh karena itu, keharaman minum etanol, masuk dalam pembahasan hukum dlarar (hukum tentang bahaya).

Walhasil untuk memproduksi khamer tidak hanya dibatasi oleh bahan-bahan baku yang telah disebutkan di dalam hadits, akan tetapi ia meliputi semua bahan baku yang bisa difermentasi sehingga menghasilkan etanol.

Fakta ilmiah menunjukkan bahwa etanol sering dikonsumsi dan digunakan untuk membuat minuman-minuman keras yang sangat memabukkan. Berdasarkan hadits Abu ‘Aun al-Tsaqafiy dari ‘Abdullah bin Syaddad dan Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw bersabda, “Khamer itu diharamkan karena bendanya itu sendiri, sedangkan (diharamkan) mabuknya itu adalah karena hal lain.” , kita bisa menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan substansi khamer adalah etanol, bukan benda yang lain.

HUKUM MAKAN TAPE

Berdasarkan uraian di atas, kita bisa menetapkan apa mengkonsumsi hukum tape. Tape adalah ketela yang telah mengalami proses fermentasi (peragian). Dalam proses peragian ketela akan terjadi proses pengubahan karbohidrat menjadi glukosa, sekaligus pengubahan glokasa menjadi etanol. Berdasarkan penelitian ilmiah menunjukkan bahwa tape yang telah terfermentasi (secara sempurna atau tidak sempurna) mengandung glukosa dan etanol. Di sisi lain, kita telah paham bahwa etanol adalah substansi dari khamer. Walhasil, mengkonsumsi tape yang telah terjadi fermentasi sehingga menghasilkan etanol, hukumnya haram. Sebab, anda sedang mengkonsumsi etanol (khamer ).

Reaksi utuhnya adalah sebagai berikut:

Karbohidrat --------peragian-----glokusa------------peragian-------etanol (khamer).

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa mengkonsumsi tape dibolehkan, karena proses pembuatannya alami, dan sudah dianggap sebagai makanan tradisional dan tidak memabukkan; merupakan pendapat yang tidak tepat. Pengharaman benda tidak didasarkan pada proses pembuatannya -- alami atau tidak--, dan juga tidak boleh didasarkan pada fakta bahwa tape sudah dianggap sebagai makanan tradisional. Dalil untuk menetapkan halal atau haramnya suatu benda haruslah al-Quran dan Sunnah. Selama benda itu tidak diharamkan berdasarkan nash al-Quran dan Sunnah, maka benda itu mubah untuk dikonsumsi.

Pada penjelasan di atas telah jelas bahwa tape mengandung unsur etanol. Walhasil ia haram dimakan.

Ada yang menyatakan, buah-buahan yang telah masak juga mengandung etanol. Tentunya mengkonsumsi buah-buah yang telah masak diharamkan, karena ia mengandung etanol. Untuk menjawab keraguan ini, kami perlu menyatakan bahwa dalam buah-buahan yang telah masak tidak mengandung etanol sama sekali. Gugus atom yang terdapat di dalam buah-buahan yang masak sangatlah komplek (senyawa komplek). Kalaupun ada gugus OH, tidak secara otomatis gugus OH yang ada di dalam buah-buahan masak itu adalah alkohol (etanol). Akan tetapi struktur kimia pada buah-buahan masak, kebanyakan komplek dan tidak mungkin mengandung etanol. Bukti lain menunjukkan bahwa Rasulullah saw dan para shahabat dalam banyak riwayat biasa mengkonsumsi buah-buahan yang telah masak. Ini merupakan dalil bahwa buah-buahan yang telah masak boleh-boleh saja untuk dikonsumsi. Selain itu berdasarkan keumuman nash-nash al-Quran kita bisa menyimpulkan bahwa hukum asal dari benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Akan tetapi Rasulullah saw telah melarang kaum muslim mengkonsumsi buah anggur yang telah berbusa. Pelarangan ini ini bisa kita mengerti, karena anggur yang telah berbusa ini telah mengalami proses fermentasi sehingga menghasilkan etanol. Hal ini juga berlaku untuk buah-buahan yang lain. Jika bisa dibuktikan bahwa buah-buahan tersebut –setelah terfermentasi—menghasilkan etanol, maka ia haram untuk dikonsumsi.

Wallahu a’lam bi al-shawab

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima kasih atas penjelasan lengkapnya yang dibutuhkan oleh banyak orang.